Sudah bukan rahasia lagi bahwa kedewasaan merupakan salah satu hal pokok yang
harus diupayakan oleh setiap manusia. Dan hal ini bukan berarti merupakan suatu
kebanggaan melainkan merupakan suatu kewajiban moral yang harus dilakoni dan
diberdayakan. Ukuran kedewasaan sendiri begitu bervariasi, namun dalam tulisan
ini hanya akan memfokuskan pada ukuran kedewasaan ditinjau dari perspektif
karakter. Dalam arti kata bagaimana seseorang dikatakan dewasa apabila dirinya
mau dengan sungguh-sungguh menjadi bertanggung jawab untuk hanya menjadi
dirinya. Mengapa dipilihnya pembedahan menggunakan perspektif karakter karena
menurut hemat penulis bahwa hal ini sangat berkaitan langsung dengan bagaimana
seseorang mampu menjadi dewasa dalam berpikir.
Dewasa dalam berpikir, maksudnya adalah
bagaimana seseorang menggunakan akal budinya untuk menimbang dan memutuskan apa
yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan ketika melakoni
hidupnya. Lebih spesifik lagi bahwa dewasa dalam berpikir merupakan buah dari
kesadaran diri atas eksistensinya dirinya dalam dunia ini, dan hal ini
merupakan salah syarat mutlak menjadi lebih mandiri dalam menyesuaikan dirinya
dengan berbagai tantangan, memberdayakan kapasitas bawaannya untuk bertanggung
jawab sepenuhnya menjadi diri sendiri, dan tidak sebagai seorang opurtunis yang
hanya gemar menuai tapi tidak suka menanam. Oleh karena, agar menjadi lebih
jelas dari makna menjadi dewasa dalam berpikir dipaparkan arti serta konkritnya
dari dewasa dalam berpikir.
Dewasa dalam berpikir akan ditandai
dengan kesadaran untuk berpikir nalar serta berpikir positif dalam rangka
membangun sikap positif. Lanjut bahwa seorang yang dewasa dalam berpikir akan
mampu menempatkan fungsi akal budinya bukan hanya sebagai panduan untuk
mencapai visi dan tujuan hidupnya melainkan juga mampu menopang usahanya dalam
proses yang kontinyu untuk menjadi dirinya seutuhnya atau dalam ungkapan Steven
Covey sebagai pribadi yang proaktif. Dalam arti kata menjadi pengendali atas
hidupnya, dan bukan menjadi pecundang yang hanya menghabiskan hidupnya dalam
kekalahan dan meratapi hidup melainkan menggunakan kapasitas bawaannya
(kecerdasan spiritual, emosi, intelegensi dan fisik) tersebut untuk meraih
kemenangan demi kemenangan dalam hidupnya.
Kemenangan yang dimaksud adalah bagaimana
sikap seseorang untuk tetap berjuang (learning) menjadikan dirinya
pengontrol atas keseluruhan tingkah laku sehingga tidak terseret dalam
pelecehan fitrahnya sedangkan kekalahan adalah kebalikannya. Ditujukan untuk
memperjelas, orang yang mengalami kedewasaan dalam berpikir tidak berarti akan
selalu menang melainkan menggunakan akal budinya untuk tetap tenang dan belajar
dari pengalaman tersebut dan melangkah maju lagi. dengan demikian, makna
menjadi dewasa dalam berpikir merupakan esensi dari belajar menjadi (learning
to be), dan dalam tataran praktisnya akan terpantulkan dalam kemandirian
diri seseorang.
Selain itu juga, dengan berupaya menjadi
pribadi yang dewasa dalam berpikir akan sangat membantu membentengi diri dari
kesalahpahaman mengelola dirinya termasuk juga pengelolaan waktu. Penjelasannya
yaitu bagaimana seseorang memposisikan akal budinya sebagai fidele ala
mor dalam menunjang kesuksesannya untuk mengoptimalkan kecerdasan,
kehendak bebas serta hati nurani menjadi lebih tajam. Atau dengan kata lain
yaitu lebih bertanggung jawab dalam menjaga citra dirinya sehingga pantulan
fitrah sejatinya tidak ternodai oleh berbagai jebakan cermnan diri banyangan
yang menyesatkan.
Terdapat beberapa langkah strategis yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan dewasa dalam berpikir, diantaranya yang
penulis kutip dari bukunya Semuel Lusi yang berjudul the real you is
the real success adalah belajar atau berjuang membangun keyakinan
positif yang akan terwujdukan dalam kebiasaan berpikir positif sehingga mampu membentuk
peta internal atau paradigma atau mata pikiran. Selain itu juga dapat
diberdakan melalui aktivitas meditasi serta membaca buku-buku motivasi,
sharing, dan lain-lainnya. Akhir kata, selamat menjadi pribadi yang dewasa
dalam berpikir atau meminjam ungkapannya Ariantje Lado Hado sebagai pribadi
yang tahu diri, sadar diri dan kenal diri, atau menurut Semuel Lusi sebagai
pribadi yang sadar dan mampu memberdayakan fitrah sejatinya dalam melakoni
hidup untuk berkontribusi, berkontribusi dan berkontribusi.